18 April 2008

Infrastruktur Telekomunikasi dan Internet di Perkampungan Amerika Serikat

Oleh : Onno W. Purbo

Pada saat ini, saya berada di Amerika Serikat atas budi baik Eisenhower Fellowship untuk mempelajari bagaimana rakyat Amerika Serikat membangun infrastruktur internet & telekomunikasinya khususnya untuk perkampungan Amerika Serikat. Terus terang, dalam banyak hal saya cukup kaget, ternyata yang membangun infrastruktur telekomunikasi di perkampungan, daerah rural, daerah miskin di Amerika Serikat bukan perusahaan telekomunikasi besar di Amerika Serikat seperti AT&T, MCI, Qwest. Bahkan yang cukup mengagetkan, ternyata Federal Communication Commission (FCC, www.fcc.gov) atau ekivalen dengan DIRJEN POSTEL / MENHUBTEL di Indonesia, ternyata juga tidak mempunyai andil terlalu besar untuk mengembangkan infrastruktur telekomunikasi & internet di perkampungan dan daerah miskin di Amerika Serikat.

Tidak mengherankan bagi perusahaan besar telekomunikasi seperti AT&T, Bell, MCI dan tentunya perusahaan ekivalen, seperti, Telkom & Indosat di Indonesia, lebih banyak berkonsentrasi untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya. Tarif telekomunikasi dan argumentasi untuk memperoleh dana investasi merupakan isu yang sangat kritis dan strategis yang selalu di kejar-kejar oleh perusahaan komersial seperti ini. Tidak heran kalau selama ini POSTEL, MENHUBTEL, Telkom lebih banyak berkutat dan berargumentasi pada masalah tarif & investasi. Konsekuensi yang harus di tanggung, kepentingan rakyat & publik akhirnya banyak di korbankan untuk kepentingan perusahaan telekomunikasi besar ini.

Pengorbanan kepentingan publik tidak nampak terlalu nyata di Amerika Serikat, karena adanya pemisahan kekuatan antara regulator telekomnukasi (FCC) dengan pembuat kebijakan telekomunikasi. Lembaga kebijakan telekomunikasi di AS ternyata yang banyak membela kepentingan publik dan rakyat yang tersingkirkan di Amerika Serikat. Berbeda dengan di Indonesia dimana DIRJEN POSTEL, MENHUBTEL merangkap sebagai regulator dan pembuat kebijakan, akibatnya industri telekomunikasi lebih banyak terdistorsi oleh kepentingan investor.

Di Amerika Serikat, publik dan rakyat pedesaan cukup beruntung dengan adanya lembaga-lembaga kebijakan telekomunikasi, seperti, National Telecommunications and Information Administration dan Rural Utility Services di Departemen Pertanian Amerika Serikat , yang sangat membela kepentingan publik, komunitas miskin, dan masyarakat perkampungan.

Rural Utility Service (RUS) di Departemen Pertanian AS barangkali merupakan salah satu inisiatif yang paling menakjubkan bagi perkampungan AS. Berawal dari usaha listrik masuk desa sekitar tahun 50-an, mendidik koperasi di pedesaan tentang teknologi, bisnis plan maupun berbagai aspek manajemen untuk menjalankan operator telekomunikasi oleh koperasi pedesaan. RUS pada saat ini telah berhasil membuat lebih dari 1000 perusahaan telepon independen, lebih dari 500 koperasi telepon dengan lebih dari 3.1 juta pelanggan. Setiap koperasi telepon memberikan servis kepada 3000-5000 pelanggan. Para koperasi telepon bernaung di di bawah sebuah asosiasi, National Telecommunications Cooperative Association (NTCA) yang banyak membantu mengembangkan anggotanya.

Yang menarik, perusahaan besar seperti Bell & ATT ternyata hanya mampu memberikan servis jika ada kepadatan penggunanya lebih dari 60 pelanggan setiap kilometer sambungan. Pada koperasi telepon, mereka mampu memberikan servis walaupun hanya ada 3-4 pelanggan setiap kilometer-nya. Artinya konsep koperasi telepon ternyata jauh lebih effisien daripada perusahaan besar seperti Bell & ATT. Biaya telepon di daerah pedesaan berhasil di tekan menjadi $AS 11.17 bagi perumahan, dan $AS21.41 bagi usaha di pedesaan. Sedang bagi mereka yang berada di perkotaan & daerah urban, ternyata dibebani biaya AS$34.55 di perumahan, AS$45.22 bagi dunia usaha.

Effisiensi & berbagai usaha ini ternyata menarik banyak badan untuk melakukan pendanaan bagi usaha telepon pedesaan ini. Salah satu diantara-nya yang cukup aktif adalah Rural Telephone Finance Cooperative yang merupakan koperasi simpan pinjam untuk mendanai perusahaan telepon pedesaan. Ada banyak pilihan pendanaan yang diberikan, seperti pinjaman jangka pendek, jangka menengah untuk membeli sentral telepon, hingga pinjaman jangka panjang sampai dengan 15 tahun untuk membangun infrastruktur.

Salah satu karakteristik yang sangat menarik dari banyaknya koperasi telekomunikasi yang kecil ini, ternyata mereka jauh lebih fleksible & lebih mudah mengadopsi teknologi baru. Beberapa koperasi bahkan merupakan pengadopsi pertama dari sentral digital, pengadopsi teknologi DSL, bahkan merupakan pengguna pertama serat optik. Para koperasi ini ternyata di banyak tempat justru lebih cepat beraksi daripada para operator telekomunikasi besar seperti AT&T, MCI, dan Bell yang mengalami banyak kesulitan memodifikasi infrastruktur-nya karena tingkat kompleksitas peralatan yang terlalu tinggi.

Integrasi infrastruktur telekomunikasi pedesaan ini memperoleh nomor telepon seperti layaknya nomor telepon biasa. Di samping itu, trafik percakapan dari infrastruktur telepon pedesaan di interkoneksikan dengan adil ke infrastruktur telekomunikasi lainnya, termasuk selular (handphone). Salah satu organisasi yang mengatur interkoneksi trafik secara adil dan fair antar operator dilakukan oleh National Exchange Carrier Association (NECA). Dengan adanya fasilitas interkoneksi ini, semua operator dapat dengan mudah saling berhubungan. Sayangnya interkoneksi secara adil dan fair tidak terjadi di Indonesia.

Terus terang kenyataan-kenyataan ini sangat mengagetkan bagi saya pribadi. Selama ini kebanyakan media lebih banyak mengekspose pola-pola kapitalis telekomunikasi industri besar dalam mengembangkan industri telekomunikasi di sebuah negara. Padahal ada pola-pola industri telekomunikasi yang lebih merakyat, lebih kecil, lebih mudah bergerak. Dan pada saat ini, dimana sebetulnya kondisi perekonomian Amerika Serikat, tidak terlalu baik dan cenderung menuju ke arah resesi ekonomi, beberapa perusahaan telkomunikasi besar tampaknya mengalami kesulitan finansial. Beberapa perusahaan bahkan membatalkan deployment infrastruktur-nya. Keadaan ekonomi yang buruk, ternyata tidak berpengaruh banyak kepada usaha koperasi telekomunikasi yang kecil ini. Perusahaan-perusahaan telekomunikasi kecil ini justru yang tahan terhadap keadaan ekonomi yang buruk.

Dalam banyak diskusi yang ada, kunci utama keberhasilan ini semua tampaknya lebih banyak terletak pada akuntabilitas dan tanggung jawab publik dari para pemimpin, pemerintahan maupun pemimpin masyarakat, di samping profesionalitas aparat pemerintah. Di Indonesia, tampaknya kita harus banyak gigit jari melihat kebanyakan pemimpin dan aparat yang mementingkan kepentingan pribadi dan kelompoknya.

0 komentar: